SEJARAH WAYANG KULIT/ASAL USUL WAYANG KULIT
Melansir Repository Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) karya Ani Faiqoh, ada perbedaan pendapat di seluruh dunia tentang asal-usul wayang. Pendapat pertama mengatakan wayang berasal dan lahir di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur
Pendapat ini dikemukakan para peneliti dan ahli dari Indonesia dan Barat seperti Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Mereka memiliki alasan kuat wayang berasal dari Jawa.
Misalnya, wayang masih sangat erat kaitannya dengan budaya dan agama orang Indonesia, terutama orang Jawa. Termasuk tokoh pewayangan utama Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Selama pemerintahan Raja Kahuripan (976-1012) Prabu Airlangga, ketika kerajaan Jawa Timur sedang berkembang pesat, budaya wayang dianggap sudah ada di Indonesia. Sejak abad ke-10, para pujangga Indonesia telah menulis karya sastra berdasarkan cerita wayang.
Salah satu contohnya kakawin, yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna selama pemerintahan Raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karya pujangga India Walmiki.
Para pujangga Jawa bukan hanya menerjemahkan cerita Ramayana dan Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuna, mereka juga mengubah dan menceritakan kembali cerita-cerita tersebut dengan memasukkan falsafah Jawa ke dalamnya. Contohnya, kakawin Empu Kanwa Arjunawiwaha berasal dari Kitab Mahabharata.
Penyebaran agama Islam ke Indonesia pada abad ke-15 juga berdampak besar pada budaya wayang, terutama pada gagasan religius dari falsafah wayang. Pada awal abad ke-15, saat zaman Kerajaan Demak, lampu minyak berbentuk khusus atau blencong mulai digunakan untuk pertunjukan wayang kulit.
Sejarah Wayang Kulit
Masih dari sumber yang sama, sejarah wayang dibagi menjadi delapan zaman sebagai berikut.
1. Zaman Dyah Balitung (898-910 M)
Sejarah wayang pada zaman ini bersumber dari naskah Ramayana Mataram Hindu dalam bahasa Sansekerta, yang berasal dari India, yang ditulis dengan bahasa Jawi Kuno.
2. Zaman Prabu Darmawangsa (991-1016 M)
Sejarah wayang pada zaman ini bersumber dari serat Mahabharata dalam bahasa Sansekerta, yang memiliki 18 bab atau purwa. Sejarah ini kemudian ditulis menggunakan bahasa Jawa menjadi 9 bab.
3. Zaman Prabu Airlangga (1019-1042 M)
Sejarah wayang pada zaman ini bersumber dari cerita kasusastraan Jawa yang berkembang pesat, yaitu serat Arjunawiwaha yang ditulis Empu Kanwa dan selesai tahun 1030
4. Zaman Kediri (1042-1222 M)
Perkembangan wayang pada zaman ini dimulai dari Prabu Jayabaya yang mengembangkan seni pedalangan melalui kasusastraan Jawa pada 1135-1157. Ada juga seorang pujangga Mpu Sedah yang menulis serat Bharatayuda, namun diselesaikan Mpu Panuluh.
5. Zaman Majapahit (1293-1528 M)
Sejarah wayang pada zaman ini bersumber pada serat Centini, yaitu pada zaman awal Majapahit wayang purwa digambar menggunakan kertas Jawa. Sampai pada masa Raden Sungging Prabangkara yang pandai menggambar dan mendalang dengan cara menyungging atau ditata.
6. Zaman Demak (1500-1550 M)
Pada masa pemerintahan Raden Patah, wayang sudah tidak lagi digambar di atas kain, namun disungging dengan menggunakan kulit kerbau. Zaman ini, wayang digunakan sebagai media penyebaran agama Islam oleh para wali sebagai media dakwah penyebaran agama Islam.
7. Zaman Pajang (1568-1586 M)
Perkembangan wayang pada zaman ini juga mengalami kemajuan. Wayang purwa maupun wayang gedhog disempurnakan dengan pemberian pakaian pada wayang.
Misalnya, tokoh ratu memakai mahkota, satria rambutnya ditata rapi, wayang juga sudah memakai celana. Lalu, Sunan Kudus membuat wayang golek dari kayu, dan Sunan Kalijaga membuat cerita wayang topeng dari wayang gedhog yaitu cerita panji.
8. Zaman Mataram Islam
Pada zaman ini wayang berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaannya. Mulai banyak bermunculan wayang dengan tokoh-tokoh binatang yang disesuaikan zamannya, misal Kerajaan Hindu (zaman Kediri, Singosari, dan Majapahit).
Sementara itu, dilansir dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, sejak November 2003, UNESCO telah mengakui pertunjukan wayang kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. UNESCO mengakui seni mendongeng kuno ini berasal dari Indonesia.
UNESCO menyatakan wayang telah berkembang selama 100 tahun di istana kerajaan Jawa dan Bali. Sekarang, wayang telah menyebar ke pulau-pulau lain seperti Lombok, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. Bisa diduga asumsi ini didasarkan pada Prasasti Balitung dari abad ke-10 (903 M).
Fungsi Wayang
Melansir dari situs resmi Jendela Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, awalnya wayang berfungsi sebagai media menghormati arwah nenek moyang. Namun, seiring berjalannya waktu, wayang mengalami perkembangan.
Saat periode Hindu Buddha, cerita Ramayana dan Mahabharata berkembang pesat. Wayang yang mengangkat cerita itu menambahkan tokoh-tokoh yang berakulturasi dengan budaya masyarakat setempat. Fungsi wayang juga berkembang dan beragam sebagai berikut.
1. Fungsi Ritual
Fungsi ini untuk berkomunikasi kepada Yang Maha Kuasa atau yang diagungkan. Contohnya, untuk mendatangkan roh-roh leluhur yang dianggap keramat.
2. Fungsi Pendidikan
Fungsi ini ditujukan sebagai sarana pendidikan karena wayang juga mengandung nilai-nilai filsafat di dalamnya.
3. Propaganda Politik
Pertunjukan wayang sangat berperan penting untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan seperti sekarang ini.
4. Fungsi Hiburan atau Tontonan
Sudah pasti pertunjukan wayang ditujukan sebagai media hiburan. Apalagi wayang merupakan seni klasik yang adiluhung. Artinya, wayang adalah seni yang memiliki nilai estetika, etika, dan filsafat di dalamnya.
Itulah seputar asal-usul, sejarah, hingga fungsi wayang kulit. Semoga artikel ini bermanfaat ya!